gitar kesayangan

gitar kesayangan

Jumat, 16 Mei 2008

Fedi Nuril-Ayu Ratna dan Ciuman dalam "GARASI"


Ada dua adegan ciuman kilat dalam GARASI, film layar lebar pertama sutradara Agung Sentausa. Keduanya dilakukan oleh dua dari tiga pemeran utama film itu, Fedi Nuril (23) dan Ayu Ratna (20). Mereka lega, dalam syuting mereka menjalaninya dengan mulus.

"Syukurlah, cuma one take," ujar Fedi dan Ayu secara terpisah kepada KCM. Maksud para pemeran Aga dan Gaia itu, untuk merekam setiap adegan ciuman tersebut hanya dibutuhkan sekali pengambilan gambar, tak perlu pengulangan.

Ketika menjalani adegan tersebut, aku Fedi, ia tidak membawa-bawa emosinya sebagai Fedi. "Profesional saja, cuma akting," ucap Fedi, yang lebih dulu main dalam film-film Mengejar Matahari (2004) dan Janji Joni (2004).

Begitu pula Ayu. "Aku melakukannya sebagai Gaia, bukan sebagai Ayu," kata peserta Indonesian Idol 2005 sampai ke babak 60 besar, yang baru pertama kali main film, ini.

Namun, berbeda dengan Fedi, Ayu harus meminta izin dulu kepada orangtuanya dan kekasihnya untuk menjalani adegan yang menyatakan sumber konflik antarpersonel band GARASI, yaitu Aga, Gaia, dan Awan, yang diperani oleh Aries Budiman (21), mantan additional drummer band Omelet.

"Aku minta izin ke orangtuaku. Mereka enggak keberatan. Dari dulu mereka memang mendorong aku untuk mulai berkarier," tutur Ayu, yang bungsu dari dua bersaudara ini. "Aku juga minta izin ke pacarku. Dia perlu beberapa hari untuk memikirkannya. Tapi, akhirnya, dia ngebolehin," sambung Ayu, yang berpacaran dengan seorang pemain band juga.

Sementara itu, Fedi tidak membutuhkan izin siapapun. "Saya lagi jomblo (tak memiliki kekasih atau istri)," akunya. Tapi, "Kalau sekarang saya punya pacar, pasti pacar saya marah melihat adegan itu," lanjutnya.

Baik Fedi maupun Ayu berharap dua adegan ciuman di studio musik milik Aga tersebut tidak digunting oleh Lembaga Sensor Film. "Kalau adegan itu dipotong, penonton jadi enggak mengerti mengapa terjadi konflik antar Gaia, Aga, dan Awan," tekan Ayu.

Dikisahkan dalam film GARASI, Gaia dan Aga saling cinta. Mereka sempat mengungkapkannya lewat dua ciuman kilat, tapi sesudah itu berusaha membunuh rasa tersebut. Aga lalu cemburu kepada Awan, yang dikiranya juga saling menaruh hati dengan Gaia. Terjadilah konflik dan terganggulah kelangsungan band mereka.

Dalam kehidupan nyata, akankah band GARASI, yang beraliran alternative electronic rock dan lahir pada 2005 karena pembuatan film GARASI, menabukan hubungan asmara di dalamnya? Fedi (gitaris dan pemain keyboard), Ayu (vokalis dan gitaris), dan Aries (pemain drum), sepakat untuk membolehkan hal itu.

"Aku sih enggak masalah, asal enggak ngeganggu band," pendapat Aries, yang didukung oleh Fedi dan Ayu. "Aku dari dulu pacaran sama anak band," ujar Ayu. "Seperti kata film ini, kita enggak bisa mengendalikan kepada siapa kita akan jatuh cinta. Tapi, yang jelas, sekarang, aku enggak mungkin sama Ayu, karena dia sudah punya pacar," ucap Fedi, yang mengaku tidak memiliki tipe tertentu untuk perempuan pendampingnya.

Band GARASI merilis album perdana mereka, album soundtrack film GARASI, pada 9 Januari lalu, dengan bendera perusahaan rekaman Miles Music, yang dipimpin oleh Mira Lesmana. Dibimbing oleh produser musik album tersebut, Andy Ayunir, mereka mencipta lagu dan bermain musik.

Nama Mereka Garasi!

Sebuah band yang lahir dari semangat, dedikasi, dan rasa cinta terhadap musik. Apakah ini sebuah pernyataan yang klise? Tidak juga. Setidaknya bukan untuk kasus band ini.

Semua orang yang ikut terlibat dalam proses musik Garasi akan serta merta sepakat bahwa kekuatan terbesar band ini ada di energi yang menyelimutinya.

Betapa tidak, untuk membentuk band ini saja, diperlukan energi untuk mengaudisi hampir lebih dari 2000 musisi-musisi muda yang tersebar di Jakarta , Bandung dan Jogjakarta . Proses audisi yang dilakukan selama 4 bulan ini diakui sebagai satu kesulitan terbesar dalam keseluruhan persiapan film Garasi. Sebuah proses yang selektif, dan di-supervisi langsung oleh Agung Sentausa dan Mira Lesmana serta music director ternama Indonesia , Andy Ayunir.

''Kita mencari orang-orang yang selain bisa memenuhi karakter di film, juga mempunyai kemampuan di bidang musik. Terkadang kita ketemu yang udah memenuhi semua kriteria karakter, tapi main musiknya kurang oke, atau sebaliknya. Proses audisi ini sempat bikin frustasi juga, kita malah jadi bertanya-tanya, sebenernya orang yang kita cari ini ada gak sih?'' jelas Agung Sentausa sambil tertawa.


Dari sekian banyak peserta audisi, akhirnya dipilihlah Ayu Ratna (vokal dan gitar) Fedi Nuril (keyboard, gitar, dan sound programmer) serta Aries Budiman (sebagai drummer). Terpilihnya mereka, selain merupakan keinginan dari Agung, Mira dan Andy, juga atas kesepakatan mereka sendiri.

''Kami butuh keyakinan dari masing-masing calon personil Garasi, bahwa mereka punya feeling yang bagus tentang satu sama lain. Ini sangat penting untuk kebutuhan chemistry mereka nantinya'' jelas Mira Lesmana

Ketiga personil band Garasi yang sebelumnya tidak pernah bertemu ini, datang dari latar belakang dan aliran musik yang berbeda.

''Saya ingat sekali saat mempertemukan mereka untuk pertama kalinya di tahap audisi. Mereka saling memperkenalkan diri dan kemudian mulai ngobrol tentang musik. Obrolan itu berjalan agak kaku. Terlihat sekali bahwa mereka adalah individual yang sangat berbeda, datang dari latar belakang yang berbeda pula. Walaupun demikian, terasa ada good chemistry diantara mereka'' kenang Andy Ayunir.

Komitmen yang tinggi dan rasa cinta terhadap musik membuat kekakuan itu tidak berlangsung lama. Selera musik yang berbeda-beda dari para personilnya, kemudian malah memperkaya nuansa musik yang mereka ciptakan. Dalam waktu 4 bulan mereka berhasil menciptakan 6 buah lagu. Sebuah prestasi yang luar biasa, mengingat pada waktu itu mereka juga disibukkan dengan pelatihan akting, proses reading, ditambah juga keharusan untuk melakukan pemahaman dan pendalaman karakter-karakter yang akan mereka mainkan di film Garasi.

Dari sinergi proses penciptaan musik Garasi, rasa kagum itupun muncul. Kekaguman terhadap mereka kemudian bertambah, berlipat ganda, ketika mereka akhirnya merampungkan keenam lagu ciptaan mereka.'' Para personil Garasi adalah para pemusik yang luar biasa. Mereka mempunyai kemampuan teknis musik dan kemampuan menciptakan lagu yang tidak dapat diragukan lagi. musik Garasi pure milik mereka,'' tegas Andy Ayunir.

Mereka adalah pemusik-pemusik muda berbakat yang mempunyai keinginan-keinginan sederhana. Keinginan untuk terus bermusik. Di saat yang sama akan terlihat dalam film ini, kehidupan mereka sebagai anak muda biasa yang mengalami berbagai gejolak perasaan di luar musik mereka dan kemudian mempengaruhi musik mereka.

Dengan musiknya, Garasi 'berteriak' tentang keresahan, ketakutan, dan pemberontakan.

GARASI BAND LUNCURKAN ALBUM KEDUA


S ukses dengan lagu berjudul "Dan Semua Menghilang", Garasi Band hadir kembali di album kedua yang dala m waktu dekat ini akan segera diluncurkan. Di album kedua yang nama masih dirahasi akan itu, Fed i Nuril cs menyelipkan lagu dengan lirik bahasa Jepang.

Sukses dengan lagu b erjudul "Dan Semua Menghilang", Garasi Band kini hadir kembali di album kedua yang dalam waktu dekat ini akan segera diluncurkan. Di album kedua yang nama masih dirahasiakan itu, Fedi Nuril cs menyelipkan lagu dengan lirik bahasa Jepang.

Pic 1
“Kami ingin ada sedikit perbedaan dari album yang pertama, pada dasarnya karakter musik kami tetap sama, Cuma lebih ada sentuhan techno di Bantu mas Andi Ayunir,” ungkap Fedi yang juga bintang utama film Ayat Ayat Cinta.

Dalam hal musikalitas, lanjut Fedi, dirinya sangat percaya diri kalau album keduanya akan lebih laris,” Aku yakin album kami lebih laris dibanding album pertama, karena musik kami beragam, ada rock, disco rock, dan alternative.” pungkasnya.

Jika tunggu saja albumnya

Kisah PEncarian Jati Diri

KapanLagi.com - Semua tokoh utama film ini adalah remaja yang haus akan musik. Salah satunya Gaia (Ayu Ratna), seorang vokalis muda yang keras hati namun belum juga menemukan band yang cocok. Ia juga memiliki rahasia pribadi yang membebaninya berkaitan dengan kehidupan masa lalu ibunya, Kinar (Syaharani).

Ada pula Aga (Fedi Nuril), seorang komposer muda berbakat yang tak sepaham dengan visi musik kakaknya ingin membentuk sebuah band seperti cita-citanya selama ini. Tak ketinggalan juga, Awan (Aries Budiman), sahabat Aga dari kecil, yang pernah meninggalkan Aga ke Jepang sebelum akhirnya kembali ke lagi Bandung untuk mengejar mimpi mereka yang tertunda.

Dua sobat musisi "siap pakai" itu pun mencari vokalis untuk band baru mereka. Secara kebetulan Aga berhasil merayu Gaia untuk menjajal kebolehan permainan vokalnya, gara-gara berebut album grup lama Guruh Soekarno Putra, The Gypsy. Gayung bersambut, Gaia, Aga dan Awan ternyata langsung kompak karena kesamaan visi: hidup dari bermain musik.

Lalu mereka pun membentuk band bernama "Garasi" dengan dukungan dari toko musik D'Lawas tempat berkumpulnya para pecinta musik sejati, yang dikelola Revi (Desta), Bison (Ari Dagienkz), dan Deden (David Tarigan). Keunikan mereka mendapat sambutan hangat.

Popularitas Garasi tak lantas membuat segalanya jadi mudah. Perasaan cinta yang muncul harus dipendam karena keinginan mereka untuk mendahulukan musik; persahabatan mereka diwarnai kesalah-pahaman; pertentangan dengan keluarga kerap memperuncing masalah; dan pada puncaknya, terpaan gosip dan tuduhan dari masyarakat sekitar yang menyudutkan mereka menjadi sebuah pengalaman berharga yang takkan pernah terlupakan.

Debut sutradara Agung Sentausa ini diklaim sebagai film bertema anak band pertama di Indonesia. Ide ceritanya sendiri berdasarkan kekaguman Mira Lesmana akan semangat bermusik anak muda sekarang. Ide itu lalu dituangkan dalam bentuk script oleh Prima Rusdi.

Konon, penggarapan film ini menghabiskan biaya hingga Rp 5 miliar. Adapun proses casting-nya sendiri memakan waktu hingga 4 bulan dan berhasil menjaring lebih dari 200 orang peserta audisi, mulai dari Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. Dalam film ini, grup band Garasi berhasil juga menelurkan enam lagu bercorak indie.

Hal lain yang menjadikan film ini unik adalah pemilihan lokasi syuting di Bandung, tempat lahirnya banyak musisi berbakat. Tak ketinggalan pula, penampilan para musisi papan atas seperti Kikan-Ernest Coklat, Andi /rif, Iwa K dan Sita RSD yang membuat film GARASI makin bertambah semarak. (bsb/dni)

Garasi news

Kami tidak pernah menyangka, kalau menjalankan sinemaindonesia akan membuat kami begitu menderita. Setelah minggu lalu Ferry Siregar kelilipan korek api (dan yang tambah menyedihkan, banyak yang mengira itu hanyalah sebuah lelucon), sekarang saya menulis review ini dengan mata kiri bengkak dan berwarna biru. Sampai saat ini masih terasa nyut-nyutan. Sakitnya lagi, mata saya biru karena ditonjok oleh sahabat saya sendiri, Ferry Siregar. Begitu keluar dari bioskop setelah nonton film Garasi, saya bercanda, “Ternyata anak-anak indie itu cemen banget, ya?”. BUK! Tinju Ferry mendarat di mata saya.

Saya memaafkan Ferry karena saya paham perasaanya. Ferry selama ini bangga sebagai anak indie. Biarpun band-nya Ferry cuman sempat manggung dua kali dan cuman dapat bayaran nasi goreng dan yogurt, tapi dia merasa bahwa jadi anak indie adalah identitas yang paling dia banggakan. Sekarang identitas itu hilang karena film Garasi. Dia menolak disebut sebagai anak indie lagi. Bahkan, setiap kali dia mendengar kata “indie”, dia selalu berteriak-teriak. Ibu kos kami, yang punya anak perempuan bernama Indira, juga ditonjok oleh Ferry saat dia memanggil anaknya, “Indiiii..!”?. Bruuk! Ibu kos kami jatuh terduduk di ember. Sekarang kami harus mencari tempat kos baru. Tadi pagi saya menemukan tempat kos yang asik, tapi saya mengurungkan niat begitu mengetahui ibu kosnya punya anak bernama Indiana.

Lupakan moto immortal “sex, drugs, and rock ‘n roll”. Garasi telah menggantinya jadi “pedoman, penghayatan, dan pengamalan Pancasila.” Saya tidak tahu harus mulai dari mana karena Garasi, film yang mengklaim dirinya sebagai film tentang band indie, justru terlihat dan terdengar sebagai penghinaan terhadap segala sesuatu yang berasosiasi dengan jiwa band indie, dan rock pada umumnya.

Kesalahan utama Garasi bukan karena ide dasarnya (tentang tiga orang anak muda ngebentuk band terus berantem) sudah sering kita liat sebelumnya (That Thing You Do, Josie and the Pussycats, Unyil Bikin Band DeKil). Itu sih nggak apa-apa. Karena yang penting gimana detil dan eksplorasi karakternya. Tapi ada nggak detil tentang orang bikin band di film ini? Ada nggak gimana anggota Garasi berdebat ngomongin sound mereka mau kayak apa? Nggak ada tuh. Yang ada malah elemen cemen kayak material sinetron: vokalis band Garasi ternyata menyimpan rahasia yang sangat BESAR. Dia adalah anak haram. HA?? SO WHAT GITU LOOOW… Trus, masa cuman gara-gara dia anak haram, dia diusir dari kosnya. Ibu kosnya bilang, “Ini lingkungan orang baik-baik” Untung dia nggak bilang gitu ke Ferry. Bisa ditonjok.

****

Kata yang tepat untuk menggambarkan film Garasi adalah: artifisial. Ketimbang mengeksplorasi bagaimana jiwa band-band indie yang sebenernya, film ini berusaha keras untuk terlihat indie dengan menggunakan nama-nama yang obvious.

– Nama Band garasi: Garasi

– Nama club tempat band indie manggung: Klub Indie

– Merek celana dalem yang dipake karakternya: Kolor (nggak ding. Ini cuman bikinan saya).

Bahkan saat adegan di sebuah stasiun radio, saat band garasi diinterview kenapa mereka ngebuat band, mereka menjawab dengan tulus “Karena kami sangat mencintai musik.” Duh.

Dialog? Karakter-karakternya berbicara seperti di film Gie.

Sekarang mari ngebahas musik. Kita lupain aja musik skornya yang dipenuhi denting piano dan petikan gitar corny. Lagu-lagu yang dibikin oleh Andy Ayunir bersama ketiga aktor utama film ini memang lumayan bagus. Tapi saya nggak percaya kalau lagu-lagunya sampai bisa membuat orang-orang nge-fans sama mereka (siapa tuh yang nyanyiin lagu Garasi pas adegan di kereta atau bis sambil dengerin walkman dengan overacting? Tolong ditampar dong). Dan sampe salah satu anggota d’Lawas sampe naik meja sambil memperdengarkan Garasi main di telpon? Oh my God. Dan sampe para wartawan nungguin di depan rumah personel Garasi sampe mereka nggak bisa keluar rumah? Kayaknya cuman satu band deh yang bisa dapet perhatian kayak gitu. Dan namanya The Beatles.

Kalau anda memutuskan untuk nonton, coba hitung ada berapa adegan anggota band Garasi merenung di jembatan penyeberangan. Tapi mungkin juga ini kebiasaan anak-anak indie. Buat kontemplasi kali, ya.

Satu lagi, setelah merilis Gie, mungkin Miles Films pengen dianggap sebagai perusahaan film yang nasionalis. Tapi nggak perlu ngegabungin band indie sama gamelan dong, ah. Sudahlah.

Tanggal 19 Januari, yang ditandai oleh dirilisnya film berjudul “Garasi”, pantas ditetapkan sebagai hari berkabung buat band-band indie, dan buat siapapun yang berjiwa rock ‘n roll. Untung saya bukan anak indie. Masalah saya sekarang cuman satu, bagaimana caranya bisa masuk rumah tanpa ditonjok oleh Ferry karena saya sudah membuka sedikit identitasnya.

my drum

my drum

nembak garasi

garasi gamezzzzzzzzzzz